Skip to main content

Posts

Showing posts from October 17, 2017

Implementasi Penilaian Autentik dalam Pembelajaran Menulis Puisi dengan Teknik Jisa Afta | Oleh Riami

Implementasi Penilaian Autentik dalam Pembelajaran Menulis Puisi dengan Teknik Jisa Afta (Penjabaran sederhana untuk Penilaian oleh Riami) Ketika kita menggunakan sebuah teknik untuk pembelajaran hal yang paling penting adalah kita mampu mengevaluasinya di akhir pembelajaran. Mari kita lihat pengertian Penilaian autentik sebelum kita mengimplementasikan dalam teknik jisa Afta. Penilaian autentik merupakan bentuk penilaian yang menekankan pada kemampuan peserta didik untuk mendemonstrasikan pengetahuan yang dimilikinya secara nyata dan makna(Mahsun: 2013, 159) Bagaimana kemampuan menulis puisi ini bisa dinilai secara nyata dan makna mari kita perhatikan penjelasan berikut. Ketika Jisa Afta menulis kalimat seperti ini; ........adalah genggaman sang waktu ketika duri-duri bebungaan sinur kita semat pada magligai takdir.  (5 Detik,Jisa Afta: 10)  Titik-titik itu di suruh menulis satu kata yang indah. Maka ketika anda atau murid anda menulis ...

Mengapa Aku Membaca Kitab Semilir Karya Jisa Afta | Oleh : Riami

Mengapa Aku Membaca Kitab Semilir Karya  Jisa Afta Sebuah Apresiasi oleh Riami Perhatikan kalimat yang ditulis oleh Jisa Afta "Inilah Kitab semilir untukmu Kutulis dengan darah yang mengalir dari luka jiwaku Kekasih,," Nazam tak Berdahak, jisa Afta: 28 Saya benar benar belajar mengolah rasa ketika membaca kalimat itu. Bagaimana sebuah kepedihan tetap menimbulkan semangat untuk menikmati hidup dengan tegar. Pada kalimat inilah semilir untukmu, kita bisa merasakan sebuah angin sejuk merasuk dalam jiwa. Sebuah nasehat yang lembut. Lebih hebat lagi ditulis "Kutulis dengan darah yang mengalir dari luka jiwaku kekasih." Disini saya temukan bahwa karya sastra kalimatnya harus mampu membuat pembacanya memiliki kekuatan ketika sedang sedih atau menderita. Pada " kutulis dengan darah yang mengalir" saya mengartikan itu sebuah kehidupan yang harus dipelihara terus sampai alirannya terhenti oleh yang berhak memberhentikan. "......

Senja Bersama Sepi | Prosa Bersambung

Senja Bersama Sepi Kopi pagi ini mengepul di ruang kerjaku. Tangan sepi yang selalu menyediakan kopi untukku. Ketika bunga mekar di bilik hatiku bersama sepi. Waktu itu Sepi masih ada di sini. Menemani hari hari bersama sepi terasa datar. Dia pendiam tidak banyak cakap. -Ria Sepi sungguh sangat membantu pekerjaanku saat itu. Selain menyediakan kopi di pagi hari, ia juga selalu mengurus perasaan gundahku dengan baik dimalam hari. ~ yuli ~ Aku ingat saat sendu kala itu. Belaian sepi sungguh menghangatkanku. Tatkala luka menertawaiku di seberang sana. Sepi juga memelukku erat, hingga ku terlelap dalam dekapannya. Ah, Sepi. Kau terasa sekali saat ku mengigau pedih. Namun kini, entah semu yang mana yang merenggut rasanya. Teer~ Sepi yang lugu, sepi yang pendiam dan penurut, entah kemana angin semu tlah membawanya. Fatamorgana hidup tlah membantai kedamaian rumah tanggaku bersamanya. Semua salahku, andai kutahu akan jadi begini, tak hendak aku melontarkan izinku untuk...

Butam | Karya : Yulia Roza

Butam | Karya : Yulia Roza  Ku duduk di sini berteman sunyi. Mentapa lurus ke atas langit, tempat bulan dan bintang berada. Hanya suara gemerisik dedaunan  yang berani memecah keheningan antara aku dan sunyi. Kini sunyi tak ingin lagi menemaniku di sini. Ia cemburu oleh gemerisik dedaunan yang lebih menyita perhatianku tanpa tahu bahwa sesungguhnya ialah yang sangat ku inginkan saat ini di sisiku. Ku cekal tangannya, saat sunyi mulai beranjak meninggalkanku. Ia menatapku dengan tatapan jengkel, "lebih baik kau ditemani olehnya saja, ia lebih mampun memberikan rasa nyaman padamu dari pada aku," ucapnya sebelum menepis tanganku. Lalu ia berlalu bersama waktu. Mengapa kau begitu emosian akhir-akhir ini, sunyi? Kau membuat hatiku semakin gundah gulana. Sedangkan si gemerisik dedaunan  itu masih sibuk menawarkan kenyamanan pada gundahku. Ku tak ingin memperdulikannya, ku pilih berlalu mengejar dirimu, sunyi. Ku berlari pada gerakan ...

PENGHIMPUN HATI | Karya : Rudy Sembodo

Rindu itu seperti menunggu waktu Yang muncul saat dibutuhkan Membebaskan rintihan meradang luka By R PENGHIMPUN HATI 17.10.17

SELINGKUH | Karya : Tea Terina

SELINGKUH Perasaan apa ini? Tiba-tiba saja aku gelisah memang aku tak secantik dia yang selalu memantaskan pesona kepadamu hanya sedikit jika kau bandingkan aku dengannya Aku miliki kesetiaan Aku selalu jujur Aku lebih mengerti kamu Dan Itu kamu tahu... Mengapa kau mudah terpikat kepadanya? Kau terlalu cepat tergoda Hanya karena manjanya yang aku tak punya Kau cepat terbawa asmara dan rayuannya Sayang... Aku begitu merindukanmu Aku sulit melupakanmu Aku ingin bertahan meski kau anggap aku sampah meski kau buruk menilaiku tapi dalam hatiku Aku tak kan menyerah karena kau hanya tergoda yang menurutku sementara Kau harus percaya satu kelebihanku yang berbeda dengannya bahwa kau telah melamarku ~  Tea Terina , 141017

Mengintip | Karya : Laily Adha Intan Putri

Mengintip | Karya : Laily Adha Intan Putri "Bagaimana kerja pertamamu, Sekar?" ujar Gorry yang sudah duduk di teras rumahku. Entah sudah berapa lama dia menunggu. "Menyenangkan. Seperti dugaanku. Kak Pric itu sangat baik," jawabku girang. Aku melepas kuncir hijauku, membiarkan rambut sepundakku terurai. "Kau jangan mudah menganggap orang itu baik. Yang kamu kira paling baik, belum tentu paling baik," ujar Gorry sinis. "Kau kenapa, Gorry. Kau tidak suka? Kenapa kau mudah marah, sih. Menyebalkan," aku menggerutu. Mengeluarkan kunci rumah dari tas selempang hitamku. Membuka pintu dan berjalan memasuki kamar. "Aku benar, Sekar. Tidak semua orang yang kamu anggap baik itu akan benar-benar baik. Begitu juga sebaliknya," ujar Gorry, menyusulku ke kamar. "Apa maksudmu? Siapa lagi yang ingin kau tunjukkan? Apa sih gunanya kamu mengorek-ngorek masa laluku. Apa tujuanmu sebenarnya? Aku tidak mengerti, Gorry." ...

IBU SANG PENAKLUK | Karya Y.S. Sunaryo

IBU SANG PENAKLUK Karya Y.S. Sunaryo Di ujung subuh Terdengar keluh seorang ibu Berbaur dengan rintik hujan Tak inginkan pagi segera menggeliat Sebab sang buah hati bangun adalah rintih Tak mampu memberi jajan Pun sekolah yang berderet pungutan Sarapan pagi tak dapat terhidang Suapan suami tinggal kerinduan Sebatang kara selami kehidupan O, keluhmu malah menjadi tenaga rakit Bangkit, punguti rumput-rumput laut Bersama ombak, kau wanita penakluk Telusuri pesisir harapan Melepas serpihan lirih yang tak ingin menindih Bandung, 17 Oktober 2017

Falling in Love | Puisi Berbalas

Falling in Love Rasa apa yang telah membawaku kedalam pusar pesona mu Aku terjebak diantara lakumu yang yang bersahaja Gerak tubuhmu dan indah bahasamu masih teringat jelas Apa ini?? Bayangmu selalu menggoda di setiap hariku Tawamu masih terngiang di telinga Berdegup kencang bila mata saling bertatap Aku merasa bunga-bunga di taman hati tengah bermekaran ~dessy~ Rasa indah yang alam berikan Jua menarikku pada keindahan dirimu Indahnya bola matamu Membuatku tak mampu berpaling Dan anggunnya gerakmu Menggoda diri ini untuk mendekat padamu Oh, inikah yang namanya cinta? Sebuah rasa indah mengalun lembut dalam hatiku Membuat hati terus menyerukan namamu -Yulia- Pesonamu kini telah membelenggu jiwaku Kikisan debar ini makin menggerus jurang perasaan Tak sanggup lagi ku palingkan netraku tuk memiliki raut wajahmu Sedalam inikah pagutan percik labirinmu Tawa riangmu membungkamku tuk berdiam Menikmati manis senyummu yang terku...