Bedah Karya Bunga Air
Penulis : Adalah Anggota GRUP FB Jisa Afta
Berkomentar lah dan berikan masukan atau pujian sesuai konteks.
Selamat Membedah Karya Luar Biasa Ini :
Bunga Air
Laila melirik jam dinding dekat
kaca yang menempel di tembok kamar. Pukul 21.45. Gadis yang gemar berlari itu
mulai ketakutan. Hal apa lagi yang akan terjadi padanya. Pikirannya masih
terbayang kejadian aneh beberapa hari lalu yang disaksikannya. Ia bergegas
menuju tempat tidur, membenamkan seluruh tubuh di bawah selimut tebal berwarna
merah muda. Jantungnya berdebar kencang, matanya terpejam namun telinganya
mendengar. Ia memaksa dirinya tidur, tapi tak mau juga hatinya tidur. Kening
gadis berkulit putih itu mulai bercucuran keringat dingin. Badannya kaku seolah
tak bisa digerakkan. Ia benar-benar dikepung ketakutan. Ditambah kesunyian
malam membuat jam dinding terdengar keras setiap detiknya.
Telunjuknya mulai menyinar cahaya
terang yang kemudian secara perlahan menyebar ke seluruh tubuhnya. Bergegas ia
duduk, sembari memandang heran telapak tangan yang bercahaya terang bak
rembulan. Mata beningnya melirik jam dinding, pukul 22.00 rupanya. Selimut
merah muda tampak menyimpan cahaya dibaliknya. Selimut setebal dua cm itu tak
mampu menghalangi cahaya yang terus memancar dari pori-pori tubuh mungilnya.
Tak hanya tubuh, ruangan
disekeliling pun menjadi berubah. Jam dinding, kaca, lemari, meja belajar,
bahkan lantai entah menghilang kemana. Semua berubah putih terang.
Ia menutup mata dengan kedua
tangannya. Tak mampu melihat silau cahaya disekitarnya.
"Hai, Laila. Bukalah matamu,
cantik."
Suara lelaki terdengar berat
memanggilnya.
Laila membuka matanya perlahan.
Ruangan tak lagi terang. Disekelilingnya tumbuh pohon menjulang tinggi seolah
menyentuh langit.
"Hei, ini bukan kamarku, ini
bukan di bumi. Ini di atas air. Aku di atas air." Laila berkata gemetar.
"Iya, nak. Inilah rumahmu.
Tempat tinggalmu." Sosok tinggi besar berjubah merah tersenyum di
depannya.
"Jangan takut nak, inilah
rumahmu."
"Tidak! Rumahku bukan
disini." Laila berteriak.
"Ini rumahmu! Tempat tinggal
yang kau tinggalkan." Sosok dengan bola mata merah itu berseru marah.
Laila menelan ludah. Keringat
dingin bercucuran di keningnya.
"Maafkan aku nak, apakah aku
membuatmu takut?" Sosok itu berjalan mendekat ke arah Laila.
"Besok adalah hari hujan
bintang bulan purnama. Kau harus disini untuk mengambilkan Bunga Air untukku.
Karena hanya Sang Putri yang bisa melakukannya." Sosok itu berdiri tepat
dihadapan wajah Laila.
Laila mematung. Tubuhnya terasa
kaku.
"Tidurlah nak, persiapkan
dirimu. Ada waktu dua puluh tiga jam beristirahat sebelum hujan itu
turun." Sosok itu menginjakkan kaki di air yang sebenarnya adalah lantai
tempat berpijak. Keluar air dari dalam air. Seperti ombak air laut yang
menjulang ke atas. Muncul sebuah dipan transparan dengan kasur lembut juga
transparan.
"Tidurlah." Sosok itu
memudar. Hilang.
Laila tertegun. Apa yang baru saja
disaksikannya. Dia berada dimana. Apakah ia sedang bermimpi. Apa itu hujan
bintang bulan purnama. Bunga air. Bunga macam apa itu.
Pikiran Laila dipenuhi segudang
pertanyaan tanpa ada yang menjawab. Takut hendak melangkah, bagaimana jika ia
tenggelam ke dasar.
Tamat -
Kirim cerpen kamu ke Email:
jisaafta@gmail.com ( cantumkan akun Fb kamu di email)
Penulis: Yeni Ipma
Comments
Post a Comment
Silahkan tulis komentar disini