Anak anak dibawah
bukit Lanta berlarian, telanjang kakinya adalah gambaran keterbukaan jiwa,
kesanggupan untuk jujur pada waktu, melukai wajah pagi dan panggilannya dengan
tawa, meresapi nyanyiannya dengan meloncat dan menari mengikuti Tarian Keranda.
Tiga tahun lalu aku seperti
itu, kini usiaku 16 tahun, secercah pesona dari mimpi pertama merajut
ketaktahuanku pada diri.
Hidup tanpa kedua
orang tua, sendiri dibukit sepi ini, mengajak mentari melafalkan sesuatu yang
tertahan bagai dahak dikerongkonganku.
Aku memulai
pagi dengan membaca catatan sang Peziarah yang tertinggal, menyematkan setiap
barisnya diantara arakan awan, ia menjelmakan bait jadi nada, menusuk khalbuku
ditiap waktu, hari hariku sesak seolah kebenaran yang hendak diutarakan satu
persatu penuh rasa haru, sedih, bahagia, dan aku pun menjadi seperti pemimpi,
menjadi seperti penyair.
Dan inilah
lembaran yang kubaca setiap harinya tanpa kenal waktu, hingga kini aku pun tak
pernah memahami getir makna maknanya. Aku menulisnya sebab mungkin engkaulah
wahai sahabat yang dapat memahaminya...
Comments
Post a Comment
Silahkan tulis komentar disini