(Oleh: Jisa Afta)
Kekeliruan Kategori Puisi di Sekolah dan Kampus.
Di sekolah dan kampus, pelajaran Bahasa
Indonesia mengajarkan pada kita semua bahwa Puisi tergolong dalam kategori teks fiksi atau karya fiksi.
Dengan pengkategorian bahwa puisi termasuk karya fiksi atau karya khayalan atau tidak nyata, artinya jika
puisi menyuarakan tentang kejahatan kemanusiaan di Palestina, misalnya, maka
puisi apapun tentang Palestina adalah hanya khayalan, rekaan atau tidak nyata,
atau tidak benar-benar terjadi sebagai peristiwa di dunia nyata.
Berikut adalah kutipan pengkategorian
puisi kedalam fiksi seperti ajaran Modul
Bahasa Indonesia untuk pembelajaran SMA
yang diterbitkan Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia tahun 2020:
“Buku fiksi
berarti buku yang dibuat berdasarkan imajinasi
penulisnya, imajinasi sendiri adalah daya olah pikir yang menghasilkan khayalan sehingga apa yang dituliskan
oleh pengarangnya merupakan karya tulis yang bersifat imajinatif seperti novel,
kumpulan cerpen, kumpulan puisi,
naskah drama.”
Dari kategori modul ajaran sekolah itu
berarti kita bisa simpulkan bahwa 3 Puisi Tentang Hari Lahir Pancasila:
Mengenang Peristiwa 1 Juni 1945, adalah khayalan
Bung Karno, bukan kenyataan. Tentu menjadi aneh bila kita anggap puisi seorang
Soekarno tentang Pancasila sebagai sebuah realitas palsu.
Menempatkan Puisi kedalam kategori
fiksi itu sama saja visi, mimpi, harapan Bung Karno sebagai Presiden Indonesia
pertama, hanyalah sebuah fatamorgana, halusinasi, untuk membawa masyarakat
Indonesia meyakini fantasi Bung Karno.
Fakta inilah yang menggerakan munculnya
tanda tanya di dalam pikiran saya, apakah benar puisi relevan bila
dikategorikan sebagai fiksi? Mungkinkah kumpulan puisi cocok disebut buku
fiksi? Tentunya jelas terlihat dari data tadi bahwa ada begitu banyak karya
teks puisi menyiratkan realitas dengan bahasa yang anggun, berkarisma dan
elegan. Jadi pendekatan bahasanya diutarakan dengan cara yang manis, tegas,
lugas dan penuh emosional, bukan berarti hal tersebut tergolong fiksi atau
khayalan.
Sebenarnya apa itu fiksi? Pengertian
fiksi adalah sebuah prosa naratif yang sifatnya imajinasi atau karangan
non-ilmiah dari penulis dan bukan berdasarkan kenyataan. Dengan kata lain, fiksi tidak terjadi di dunia nyata dan
hanya berdasarkan imajinasi atau pikiran
seseorang.
Artinya? Puisi Bung Karno berikut masuk
kategori fiksi, berikut adalah 1 dari 3 Puisi Bung Karno tentang Pancasila:
Pancasila,
Dasar Negara
Pancasila, dasar negara
Lahir dari perjuangan bangsa
Melawan penjajah yang rakus
Membela tanah air yang kaya
Pancasila, dasar negara
Ditetapkan pada tanggal satu
Bulan Juni tahun empat lima
Oleh Bung Karno yang berwibawa
Pancasila, dasar negara
Mengandung lima sila utama
Ketuhanan, kemanusiaan
Persatuan, kerakyatan, keadilan
Puisi kedua berjudul “Pancasila, Jiwa
Bangsa, dan puisi ketiga berjudul “Pancasila, Harapan Bangsa”.
Puisi dalam konteks 1 Juni 1945
tersebut adalah seni presentasi kata kreatif yang dipertontonkan Bung Karno.
Bentuk puisi dalam melengkapi Pidato 1 Juni 1945 tersebut, sama persis ketika Anda
menggambar mural atau grafiti pada tembok, dimana Anda lebih bebas menyampaikan
isi kepala dengan menggambar, ketimbang berbicara secara teks atau lisan
tentang sebuah realitas.
Bung Karno dengan kecakapan lengkapnya
menguasai seni berpidato dan berpuisi yang penguasaan kemampuan itu digabungkan
dalam waktu bersamaan untuk memadatkan bentuk penyampaiannya. Dan kita sama
sekali tidak menangkap pesan dan nilai fiksi atau mengajak kita untuk berkhayal
dalam puisinya, justru menyadarkan kepada kita bahwa penjajah itu rakus. Itu
kata jelasnya, kata makna tersembunyi lainnya adalah jika Anda rakus atau
korupsi, maka Anda juga sama dengan penjajah. Jadi jelas bahwa puisi Bung Karno
bukanlah daya imajinatif untuk menciptakan khayalan bagi pendengarnya tapi
justru puisi tersebut menyadarkan kita bahwa ini loh Pancasila, tugas kita
adalah menjaga nilai-nilainya. Dibangun dari perjuangan yang nyata, bukan
khayalan.
Kita jangan tergesa-gesa mengelompokkan
puisi masuk kedalam fiksi atau nonfiksi. Bila tidak bisa memasukkan puisi dalam
kategori fiksi dan nonfiksi, maka kita tak perlu memaksakan dengan alibi hanya
ada dua jenis karya, fiksi dan nonfiksi.
Menurut saya, puisi merupakan genre
seni tulis kreatif tersendiri dengan cita rasa sastra sendiri yang lebih bebas
dan tidak terikat pada faktualisasi atau berdasarkan kenyataan, atau mengandung
kebenaran.
Kekuatan puisi adalah keberpihakan
penulis pada nilai-nilai dari kejadian. Uniknya puisi realitas cenderung tidak
abu-abu dengan kata kiasaannya, sebab kata kiasan digunakan hanya kepentingan cita
rasa kata, bukan mengubah tema teks karya tersebut jadi fiksi atau khayalan.
Ada banyak contoh-contoh puisi yang
sama sekali ditulis bukan untuk tujuan mengarang cerita khayalan.
Chairil Anwar
Pembantaian Rawagede adalah peristiwa
pembantaian penduduk Kampung Rawagede (sekarang terletak di Desa Balongsari,
Rawamerta, Karawang), di antara Karawang dan Bekasi, oleh tentara Belanda pada
tanggal 9 Desember 1947 sewaktu melancarkan agresi militer pertama. Sejumlah
431 penduduk menjadi korban pembantaian ini.
Ketika tentara Belanda menyerbu Bekasi,
ribuan rakyat mengungsi ke arah Karawang. Pertempuran kemudian berkobar di
daerah antara Karawang dan Bekasi, mengakibatkan jatuhnya ratusan korban jiwa
dari kalangan sipil. Pada tanggal 4 Oktober 1948, tentara Belanda melancarkan
pembersihan
Bila puisi adalah fiksi atau sebuah
karangan tanpa landasan realitas sejarah,
maka ketika Chairil Anwar berpuisi tentang Karawang-Bekasi, ini berarti makna
patriotik atau tema yang diangkat dalam Puisi Chairil Anwar itu, bukanlah
sebuah nilai-nilai mendalam sebagai cuplikan peristiwa nyata yang harus
dikenang. Karena Puisi adalah teks khayalan atau teks fiksi sesuai ajaran
sekolah di kurikulum merdeka kita sampai detik ini (1 Juli 2024), maka kita tak
perlu menganggap Karawang-Bekasi dan Kejadian Palestina sebagai peristiwa yang
benar-benar nyata. Semua itu hanya kejadian yang tidak sebenarnya, berdasarkan khayalan
seperti cerita fantasi. Inilah kekeliruan ketika memasukkan Puisi di dalam
kategori teks Fiksi sebagaimana ajaran sekolah saat ini kepada pelajar.
Untuk menyegarkan ingatan kita, berikut
adalah salah satu karya Chairil Anwar:
“Karawang Bekasi” – Karya : Chairil Anwar
Kami
yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi
tidak
bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi,
Tapi
siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang
kami maju dan mendegap hati?
Kami
bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika
dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami
mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang,
kenanglah kami
Kami
sudah coba apa yang kami bisa
Tapi
kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan
arti
4-5 ribu nyawa
Kami
cuma tulang-tulang berserakan
Tapi
kami adalah kepunyaanmu
Kaulah
lagi ada yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau
jiwa kami melayang untuk kemerdekaan
kemenangan
dan harapan
atau
tidak untuk apa-apa,
Kami
tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah
sekarang yang berkata
Kami
bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika
ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang,
kenanglah kami
Teruskan,
teruskan jiwa kami
Menjaga
Bung Karno
menjaga
Bung Hatta
menjaga
Bung Sjahrir
Kami
sekarang mayat
Berikan
kami arti
Berjagalah
terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang,
kenanglah kami
yang
tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu
kami terbaring antara Karawang-Bekasi
Terlihat dalam karya Karawang Bekasi, Chairil
Anwar tentunya tidak sedang mengangkat cerita imajinasi atau fantasi berupa
khayalan atau karangan yang dibuat-buat tanpa landasan peristiwa atau sejarah.
Chairil Anwar menjadikan puisi sebagai "cara" dan "gagasan
bebas" untuk menjadi metode berbicara tentang persepsinya dengan
menggunakan kecerdasan dan kemampuan stilistika yang di milikinya.
Stilistika pada dasarnya adalah
pemahaman dan penguasaan gaya bahasa. Chairil Anwar dalam Karawang Bekasi, membawa kesadaran pembaca atau pendengar
karyanya untuk merasakan emosi, situasi, perasaan, semangat dan harapan, dengan
cara seolah-olah para korban pembantaian yang dilakukan pihak Belanda pada
tanggal 9 Desember 1947, sedang “bicara” pada generasi yang masih hidup dan
akan datang, untuk mengenang, meresapi perjuangan, pengorbanan dan sikap
pemberani dalam menentang serta mengusir penjajahan.
Jika dilihat dari studi dan deskripsi
pilihan ekspresi linguistik yang menjadi ciri khas Chairil Anwar dalam Karawang Bekasi maka karya sastra
yang bertema kepahlawanan tersebut bisa dimasukkan dalam kategori puisi epik.
Puisi epik zaman kuno, seperti Epic of
Gilgamesh, menceritakan kisah orang-orang luar biasa yang bertempur dalam
pertempuran besar untuk menyelamatkan rakyatnya. Epic of Gilgamesh mengangkat
tema kepahlawanan, persahabatan, kegagalan, kematian, dan pencarian keabadian.
Makna puisi Karawang Bekasi merupakan
puisi yang merefleksikan pada pembantaian oleh Belanda yang terjadi antara Karawang
hingga Bekasi. Nilai dan konsep
patriotisme dihadirkan dalam setiap bait puisi Karawang Bekasi.
Jadi jelas, memasukkan puisi dalam
kategori karya khayalan atau karya fiksi, itu sebuah kekeliruan besar, apalagi
hal tersebut diatur dalam pedoman pengajaran yang terstandarisasi oleh negara
sebesar Indonesia.
Jadi,
penggunaan teknik penulisan atau gaya tulis perumpamaan, atau gaya tulis majas
atau penulisan puisi, tidak serta merta mengubah karya nonfiksi menjadi fiksi.
Demikian
pula halnya, penggunaan gaya tulis pada puisi, sebenarnya tidak serta merta
membuat puisi, menjadi fiksi. Akan tetapi untuk mengukur puisi itu fiksi atau
bukan fiksi, seharusnya adalah dengan melihat tema puisi tersebut.
Berikut adalah kutipan dari website ditsmp.kemdikbud.go.id
“Teks
fiksi merupakan teks yang dibuat berdasarkan imajinasi penulisnya berupa khayalan sehingga apa yang dituliskan oleh pengarang merupakan karya tulis yang bersifat imajinatif seperti novel,
cerpen, fabel, puisi, dan naskah drama. Kata “fiksi” berasal dari
bahasa Inggris yaitu “fiction” yang artinya rekaan atau khayalan.”
Sumber :
https://ditsmp.kemdikbud.go.id/memahami-teks-fiksi-dan-nonfiksi/
Dari sumber tersebut, sangat jelas
panduan kurikulum pelajaran di Indonesia yang mengatakan bahwa puisi dimasukkan
ke dalam kategori fiksi atau karya bukan peristiwa nyata.
Mari kita lihat KBBI, Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) Daring, dijelaskan bahwa Fiksi berarti tidak
berdasarkan kenyataan, pernyataan yang hanya berdasarkan khayalan atau rekaan.
Dan sekarang mari cermati hal berikut.
Ini adalah sebuah Puisi berjudul
'Palestina
Saudaraku' karya Retno Marsudi.
Dalam aksi bela Palestina di Monas,
Jakarta Pusat, Mentri Luar Negeri, Retno Marsudi membacakan puisi untuk
Palestina.
Melalui puisi tersebut, Retno
menegaskan posisi Indonesia untuk terus membela Palestina dari penjajahan
Israel.
"Ibu, Bapak, semalam saya menulis
puisi apakah puisi ini boleh saya bacakan?" kata Retno di Monas, Jakarta
Pusat, Minggu (5/11/2023).
Berikut puisi yang dibacakan Retno
dalam aksi bela Palestina:
Palestina Saudaraku – Karya : Retno Marsudi
Hatiku miris, karena bocah itu menangis
Dia terluka, dia tidak bisa berkata
Dia tidak tahu di mana bapak ibunya
Setiap 10 menit 1 anak wafat di Gaza
Ribuan orang tua kehilangan anak
Tak terbilang berapa ribu anak kehilangan orang tuanya
Setiap tangan tertulis nama
Mereka tidak ingin mati tanpa penanda
Rumah mereka hanya langit
Kasur mereka hanya bumi
Kapan kekejaman ini akan berhenti
Kapan keadilan ini akan menghampiri
Aku dan Indonesiaku pantang mundur akan terus membantumu
Aku dan Indonesiaku akan terus bersamamu
Sampai penjajah itu enyah dari rumahmu
Palestina kau adalah saudaraku
Dan aku, Indonesiaku akan selalu bersamamu
Monas, Jakarta Pusat, Minggu (5/11/2023).
Apakah puisi yang ditulis dan dibacakan
oleh Retno Marsudi pada aksi bela Palestina tersebut adalah sebuah karya fiksi
yang berupa khayalan seorang Retno? Apakah Palestina itu sebuah negara Fiksi
yang hanya ada dalam imajinasi seorang Retno Marsudi? Apakah Gaza hanya sebuah
kota fantasi seorang Retno dan Gaza itu tidak ada di dunia ini? Tentu tidak.
Secara jelas bahwa Puisi Ibu Retno
adalah bentuk perjuangan, pengungkapan kemarahan, keresahan, kepedulian, teriakan
keprihatinan atas kejadian nyata, yang di tulis dengan gaya tulis kreatif.
Apakah Puisi bu Retno itu merupakan
karya nonfiksi? Tentu tidak, sebab teks puisi yang dibaca tidak mencantumkan
sumber-sumber referensi fakta dan data diantara teks puisinya.
Jadi, jika Puisi bukan fiksi dan juga
buka nonfiksi, lalu puisi itu tergolong apa?
Jawabannya adalah, Puisi merupakan
bentuk penulisan kreatif dengan genre tersendiri, genre berbeda diluar Fiksi
dan Nonfiksi.
Comments
Post a Comment
Silahkan tulis komentar disini