BUKIT KESAL CERITANYA HATI
Entah darimana asal mulanya mungkin bisa ditebak mungkin saja tidak.. Aku tak tahu pasti bagaimana itu atau bisa saja semua kebetulan.
Dan kebetulan hatiku penuh gusar mencari arah yang mana aku tuju untuk menghapus segala jejak amarah yang sedang bergelonjak di dadaku karena seseorang telah membuatku marah besar yang telah menghancurkan harapan hidupku tanpa sebab.
"Kenapa kau tega melakukan ini padaku hai diza? Apa salahku diza? Seharusnya kau hargai aku., diza? Tapi kau malah sebaliknya,, aku benci diza,, akuu benciii... "Teriakku terus berlari tanpa mempedulikan kakiku yang telah penuh luka oleh injakkan batu-batu runcing karena pergi tanpa alas tak sempat memikirkannya. Hati ini penuh kecewaan yang membara tak mempedulikan orang-orang sedang memanggilku termaksud ayah ibu yang telah menyaksikan masalahku dengan diza...
Aku terus berlari.. Berlari .. Berlari tanpa arah..
Akhirnya aku jatuh terduduk dengan napas yang sesak, lelah penuh tangisan yang bagai hujan begitu deras..
"Kenapa? Kenapa? Kenapa? " kataku meratapi memeluk lutut menutup wajahku, membiarkan pakaianku kotor kenal lumpur becakkan tanah yang masih basah oleh hujan deras semalam..
" hai. Maaf.. Ngapain kamu disitu!? "Tegur seseorang menghampiriku tapi aku tak menghiraukannya tetap memilih menangis dalam senyapnya hatiku yang tadi begitu penuh kemarahan, tak peduli dengan suara yang terdengar sapa ramah laki-laki yang terus berjalan mendekatiku.. Aku ingin sendiri, sungguh ingin sendiri, tak ingin diganggu oleh siapa pun..
Namun dia tetap saja melangkah ke arahku bahkan telah berada disampingku mencoba menyentuhku
"Hai,, ngapain kamu sini,? Tak baik sini, ayuk berdiri"ajaknya
Tapi aku tetap saja tak mempedulikannya, malah makin erat memeluk lututku dengan muka masih terbenam diantara dua lutut, terisak dalam. Tapi dia tak menyerah, ikut duduk disampingku bagai ingin menemaniku.
Aku yang tak ingin diganggu terasa terganggu
"Ngapain nih orang!?, pergi sana! "Kataku dalam hati yang belum mau bersuara apalagi mengangkat wajahku.
Namun ku dengar dia mulai terdengar bernyanyi, suara nya begitu merdu dan indah yang membuat diri terasa langsung melayang..
" duhai.. Hati yang sedang terluka..
Berharap semua berakhir..
Karena kekecewaan ini begitu menikam dadaku...
Begitu menikam dadaku.
Sulit ku terima kenyataaan ini...
Memang sulit ku terima kenyataan ini ..
Ingin ku pergi..
Ingin ku hilang dari semua ini.
Namun ku tak tentu arah kemana...
Tak tentu tujuan..
Hanya tangisan yang menyesakkan dada dihatiku tentang kenyataan ini.
Hingga aku akhirnya memilih tetap berdiri diantara ombak kehidupan yang begitu ganas..
Agar aku tak kehilangan iman yang telah ku peluk...
Agar aku tak meredupkan cahaya yang telah menyinari.
Dalam titah ilahi sang pendekar...
Yang telah ditakdirkan... "
Aku mulai mengangkat wajahku , tampak dia tersenyum tulus padaku begitu suara merdunya terhenti..
"Aku afdal, yuk berdiri, tak baik duduk sini "ajaknya
Aku pun menurut bagai patuh mendadak setelah mendengar kata-kata lagunya.
"aku mirah "kataku pendek masih enggan bersuara.
"Pake sandal ku ini ،biar aman telapak kakimu, ku lihat kakimu terluka "katanya memberi sandalnya padaku.
Aku menurut mulai memakai sandalnya
"aduh! " ku mengeluh sesaat, disaat kakiku menyentuh sandalnya.
"Napa? Pa bisa berjalan? Atau ku gendong saja diri mu? "Tanyanya khawatir dengan menawar diri
"Tidak, aku bisa berjalan sendiri"kataku menolak cepat disaat tangannya terlihat ingin mengendongku.
" ohw.. yaa udah.. Hati-hati saja jalan، pelan-pelan saja jalannya"katanya memapahku
Aku hanya mengangguk menurut..
Terus berjalan kemana dia memapahku, aku melirik diam-diam wajahnya tampak air muka ketulusan yang benar-benar tulus...
"Hmmm,, duduk sini dulu yaa? Aku belikan air minum sana biar segar dirimu "katanya setelah tiba disebuah bangku yang seperti halte sambil menunjuk ke sebuah kedai didepan .
Aku hanya membisu tapi disaat dia beranjak, aku bersorak memanggilnya
"Afdal.. Tunggu..! Pakai sandalnya.. ", kataku melepas sandalnya yang ku pakai
"Pakai aja olehmu dulu, aku tak apa-apa tak pakai sandal, udah biasa, kakimu terluka nter bisa masuk kuman kalau dibiarkan, tunggu sini dulu ya?" Katanya mulai beranjak lari ke arah ke kedai.
'"Hmm.. Makasih yaa "kataku pelan..
Dia mengangguk tersenyum berbalik arah berlari menuju kedai seakan akan begitu khawatir tentangku
"Pak, beli air itu pak? '' tanyanya setelah tiba didepan kedai.
"Ini nak" katA penjual memberikan air yang ditunjuki nya
"Obat luka ada pak? "Tanyanya lagi..
"Ada, tunggu sebentar ya??saya ambilkan dulu ", katanya menuju sebuah rak-rak yang tampak sekumpulan ragam obat baik alami maupun buatan.
"Ini nak, siapa yang luka nak? " tanya penjual sambil memberi obat yang dibelinya.
"Itu pak, teman saya, berapa semuanya pak? Jawanya sambil menunjukku diujung jalan yang pas didepan kedai sambil bertanya lagi.
"Oohw . 25 ribu nak ", kata penjual itu tak ingin bertanya lagi walau hatinya penasaran tapi dia urung karena pembeli lain datang ramai ..
"Ini pak., makasih ya pak' katanya pamit langsung berlari ke arah ku
Sipenjual mengangguk berbisik dalam hati "anak muda yang baik, sungguh perhatian pada temannya, "
Begitu tiba didepanku
"Nih،، minumlah biar segar dirimu" katanya memberikan air yang dibeli barusan.
"Makasih" tapi ngapain kamu gitu? " ucapku pelan memandang heran melihat nya membungkuk
"Sini kakimu?. " katanya
"Buat apa? " tanyaku makin heran.
"Diobati, ayo sini kakimu, tak usah bengong gitulah" katanya meraih kakiku.
.
"Aku tak apa-apa kok, Tak usah repot-repot gini, luka biasa kok"kataku nolak tapi dia sudah meraih kakiku yang terluka.
Dengan begitu teliti dan pelan mengobati kakiku, aku sekali kali meringis kesakitan disaat ia menyentuh lukaku.
.
" sudah selesai, kakimu akan sembuh segera"
"Hmm,, makasih, kenapa kamu mau menolongku? "
"Mang kenapa!? " tanyanya heran
"Bukan kah kita tak kenal?mana tahu aku orang gila? "Jawabku asal
"Tak kenal bukan berarti tak mau menolong, kita harus saling menolong, tentang gila kamu tak mungkin gila, buktinya sudah terlihat "katanya menunjukku
"Hmmm" aku terdiam
"Baiklah, sini aku antar kamu pulang? Biar kamu tak kesusahan berjalan, "tawarnya lagi.
"Tidak.. Aku tak mau pulang "kataku pontan.
"Kenapa?? "
"Bukan urusanmu,, jika kamu tak sudi lagi berdiri disini, pergilah.! "
"Bukan begitu maksudnya?kamu har... "
"Sudahlah, pokoknya aku tak mau pulang, titik.. "kataku memotong
"Kenapa tak mau pulang? Orangtuamu pasti khawatir" Tanyanya tak menyerah
"Bukan urusanmu, jangan bertanya lagi, jangan bahas lagi", kataku mulai marah..
Okee. Okelah. Tapi kamu akan tinggal dimana?." katanya perhatian
"Tak tahu" kataku pendek.
Semua menjadi hening berbisikkan hati masing-masing.
"Andai kamu mau menceritakannya padaku pasti aku setia mendengarmu walau aku baru mengenalmu tapi begitu menatap wajah sedihmu, marahmu padaku, aku bagai tahu apa yang terjadi padamu, dan seandainya jika ada jarum yang jatuh pasti mampu mendengar suara ditengah keheningan duka, semua akan bercerita tentangmu tentang dukamu.." bisik afdal dalam hati.
"Kenapa kamu masih disini? Kalau ingin pergi, pergilah, tak usah hiraukan aku... " kataku membuyarkan lamunannya.
"Jangan begitu dong mirah, Tak mungkin aku tega meninggalkanmu sendirian tanpa arah. , tak baik lah ".
"Kok kamu peduli amat padaku, Sedangkan orang-orang disekitarku tak peduli padaku malah menyakitiku setelah ku tahu semuanya palsu. "
". Mirah, kita manusia harus saling menolong, saling peduli, aku tak enak hati melihatmu tinggal sendirian dan kamu jangan mudah dikuasai pikiran yang negatif terhadap orang-orang sekitarmu, semua itu belum tentu benar, *
"Sudah,! jangan bahas lagi," kataku memotong, sungguh hati ini sedang tak menentu, semua ntah kenapa terasa muak mendengarnya.
"Baiklah ,kalau memang kamu tak mau pulang kerumah dan tak punya arah yang pasti terhadap tujuanmu, ayo. Ikuti aku ke suatu tempat, " kata afdal setelah menatapku begitu lama dalam hening.
"Kemana..?... tak usah.. Jangan macam - macam" kataku tak mempedulikan kata-katanya, sungguh semua kekecewaan hati ini membuat diriku bukan diriku lagi.
"Ayo .. Ikuti saja aku dulu, aku tak macam-macam, tapi aku jamin semua akan memulihkan suasana hatimu, percayalah padaku.." Kata Afdal menarik tanganku yang berdiri mematung, kakiku terasa tak sakit lagi setelah diobati olehnya, yang masih memakai sandalnya.
"Ayo,. Mirah...percayalah padaku " kata afdal lagi untuk meyakini ku yang masih mematung diam menarik tanganku dalam pegangan eratnya dipergelangan tanganku agar aku mau mengikutinya..
Ntah napa kakiku tiba-tiba saja mau melangkah mengikutinya walau hatiku masih menolak ajakkannya karena tak tahu kemana ia akan membawaku, bermacam-macam pertanyaan yang muncul dikepalaku namun melihat wajahnya yang tersenyum tulus membuatku tak mampu lagi menolaknya, diri ntah kenapa jadi penurut melihat kebaikkannya padaku..
Dalam perjalanan menuju ke suatu tempat itu dia terlihat bernyanyi lagi . aku yang berjalan disampingnya yang pergelangan tanganku masih dalam genggamannya hanya membisu mendengarnya,, suaranya sungguh terasa merdu bagiku.
Negeri calabi...
Negeri calabi..
Negeri calabi, .
Ku tersenyum bahagia bersama cahaya langit biru...
Disaat hati yang penuh terluka.
Ku pandanglah ia dari segala rasa yang ingin membunuhku...
Negeri calabi....
Negeri calabi...
Negeri calabi...
Negeri yang membawaku penuh cinta...
Disaat hati dipenuhi kebencian..
Ia menggugurkan semuanya menjadi cinta....
Negeri calabi ...
Negeri cahaya cinta.....
👊👊👊👊👊👊👊👊👊👊👊
💔💔💔💔💔💔💔💔💔💔💔
Ditempat lain..
"'Dizaaa.. Ini semua gara-gara kau dizaa.... Kau telah melukai mirah, Kau telah menghancuri harapan mirah .. Kenapa kau tega melakukan ini diizaa? mirah saudara kembar kau? Adik kau sendiri diza? ?mau apa kau???. " teriakkan marah ibuku menggetarkan seluruh orang yang ada disana setelah melihatku pergi dari rumah karena pertengkaranku dengan diza.
"Bukan urusan ibu.. Ini urusan aku dengan mirah dan ini juga salah ibu.. " kata diza dingin.
Ayah yang berdiri disamping ibu yang berusaha menenangkan ibu. mendengar jawaban itu langsung menampar keras pipi diza
"kurang ajar kau diza, ! Durhaka kau pada orang tua ah.. " Bentak ayahku.
Dizaa yang tak menduga reaksi ayah, jatuh tersungkur ke samping memegang pipinya yang perih, panas sakitnya kenal tampar tangan ayah yang tak terduga.
"Terserah ayah bilang aku apa tapi pokoknya semua gara-gara kalian juga "kata diza berusaha bangkit dari jatuhnya
meninggalkan ayah dan ibu yang masih menahan marah yang tiba-tiba terdiam mendengar jawaban diza.
Diza pergi begitu saja tak menghiraukan ayah dan ibu lagi.
Menghempas pintu kamarnya, mengurung diri. Dia tak mungkin kabur sepertiku.
👊👊👊👊👊👊👊👊👊👊👊
♒♒♒♒♒♒♒♒♒♒♒
Akhirnya aku tiba suatu tempat yang ditunjuki afdal.. Tempat yang membuatku langsung kagum menatapnya. Tak percaya apa yang ada di hadapanku di depan mataku..
Sungguh indah.. Membuat segala kesedihanku langsung berguguran seketika berganti senyuman mekar dibibirku ، tak bisa ku rangkai dengan kata-kata jika aku disuruh menulisnya, sungguh tak terkatakan apa yang sedang ku lihat sekarang..
"Wow.. Tempat apa ini? " tanyaku berkecak kagum.
"Ini yang namanya negeri calabi." jawab afdal, senang sekali melihat wajah antusiasku
"Negeri calabi? Nama apa itu? " tanyaku lagi terasa aneh, lucu terdengar, karena baru kali ini mendengar nya.
"Ya, nama perdamaian hati, kepanjangan dari calabi adalah cahayaa langit biru, disini kamu bisa menemukan bukit kesal juga " kata afdal.
" bukit kesal? Nama yang aneh lagi " gumanku mataku tak fokus padanya, aku lebih tertarik dengan yang ada disekitarku
.
Afdal hanya tertawa mendengar
Jawabanku
" Ayo, kita jalan lagi mirah, ini belum sampai, ada yang lebih indah lagi dari ini, kamu bisa tinggal untuk sementara waktu jika dirimu belum mau pulang, disini bisa jadi rumahmu " ajak afdal.
Mendengar Kata pulang membuat wajahku langsung berubah lagi seperti semula.
Afdal yang menyadari perubahanku mencoba mengabaikannya terbersit rasa bersalah dihatinya, merasa salah kata.
"Ayo.. Mirah "ajaknya tersenyum setulus mungkin dihadapanku..
Aku hanya mengangguk dingin mengikutinya, berjalan disampingnya tanpa dipegang lagi.
Afdal disampingku tampak bernyanyi lagi.
Semua nyanyinya selalu menyentuh hatiku, kata-katanya
Seperti sesuai dengan apa yang sedang ku alami, seakan-akan dia mengerti segala suasana hatiku.
Aku kembali terdiam mendengarkannya sambil terus berjalan ke tempat ia tujui untuk menetap sementara yang seperti dia katakan padaku barusan.
Dikala hati tak menentu pada kenyataan..
Mudah sekali terbentuk kata benci....
Semua yang terdengar tak kan diterima...
Hati ini mudah sekali mengundang amarah padanya...
Tiada kata yang bisa melunakkannya....
Kecuali kesadaran itu sendiri yang mampu meruntuhkan segala tonggak kebenciaan..
Ia akan berguguran bersama kedamaian rasa bila mau menerima kenyataan yang mengecewakan....
Hati kan terbuka dengan kelapangan jiwa..
Yang membentukkan sebuah harapan yang indah...
Menyambut dengan senyuman merekah bak bunga yang berkembang menyambut mentari yang menyinari bumi..
👊👊👊👊👊👊👊👊👊👊👊
👎👎👎👎👎👎👎👎👎👎👎
"Maafkan aku mirah. . Maafkan aku.. Tak ada maksudku menghancuri harapanmu mirah.. semua terjadi begitu saja tanpa duga mirah. Aku sangat menghargaimu mirah.. Aku sangat menyayangimu. Semua salah paham mirah.. Maafkan aku telah merobek semua rangkaianmu mirah.. dimana dirimu sekarang mirah...? Pulanglah mirah? " sesal diza.
Entah darimana asal mulanya mungkin bisa ditebak mungkin saja tidak.. Aku tak tahu pasti bagaimana itu atau bisa saja semua kebetulan.
Dan kebetulan hatiku penuh gusar mencari arah yang mana aku tuju untuk menghapus segala jejak amarah yang sedang bergelonjak di dadaku karena seseorang telah membuatku marah besar yang telah menghancurkan harapan hidupku tanpa sebab.
"Kenapa kau tega melakukan ini padaku hai diza? Apa salahku diza? Seharusnya kau hargai aku., diza? Tapi kau malah sebaliknya,, aku benci diza,, akuu benciii... "Teriakku terus berlari tanpa mempedulikan kakiku yang telah penuh luka oleh injakkan batu-batu runcing karena pergi tanpa alas tak sempat memikirkannya. Hati ini penuh kecewaan yang membara tak mempedulikan orang-orang sedang memanggilku termaksud ayah ibu yang telah menyaksikan masalahku dengan diza...
Aku terus berlari.. Berlari .. Berlari tanpa arah..
Akhirnya aku jatuh terduduk dengan napas yang sesak, lelah penuh tangisan yang bagai hujan begitu deras..
"Kenapa? Kenapa? Kenapa? " kataku meratapi memeluk lutut menutup wajahku, membiarkan pakaianku kotor kenal lumpur becakkan tanah yang masih basah oleh hujan deras semalam..
" hai. Maaf.. Ngapain kamu disitu!? "Tegur seseorang menghampiriku tapi aku tak menghiraukannya tetap memilih menangis dalam senyapnya hatiku yang tadi begitu penuh kemarahan, tak peduli dengan suara yang terdengar sapa ramah laki-laki yang terus berjalan mendekatiku.. Aku ingin sendiri, sungguh ingin sendiri, tak ingin diganggu oleh siapa pun..
Namun dia tetap saja melangkah ke arahku bahkan telah berada disampingku mencoba menyentuhku
"Hai,, ngapain kamu sini,? Tak baik sini, ayuk berdiri"ajaknya
Tapi aku tetap saja tak mempedulikannya, malah makin erat memeluk lututku dengan muka masih terbenam diantara dua lutut, terisak dalam. Tapi dia tak menyerah, ikut duduk disampingku bagai ingin menemaniku.
Aku yang tak ingin diganggu terasa terganggu
"Ngapain nih orang!?, pergi sana! "Kataku dalam hati yang belum mau bersuara apalagi mengangkat wajahku.
Namun ku dengar dia mulai terdengar bernyanyi, suara nya begitu merdu dan indah yang membuat diri terasa langsung melayang..
" duhai.. Hati yang sedang terluka..
Berharap semua berakhir..
Karena kekecewaan ini begitu menikam dadaku...
Begitu menikam dadaku.
Sulit ku terima kenyataaan ini...
Memang sulit ku terima kenyataan ini ..
Ingin ku pergi..
Ingin ku hilang dari semua ini.
Namun ku tak tentu arah kemana...
Tak tentu tujuan..
Hanya tangisan yang menyesakkan dada dihatiku tentang kenyataan ini.
Hingga aku akhirnya memilih tetap berdiri diantara ombak kehidupan yang begitu ganas..
Agar aku tak kehilangan iman yang telah ku peluk...
Agar aku tak meredupkan cahaya yang telah menyinari.
Dalam titah ilahi sang pendekar...
Yang telah ditakdirkan... "
Aku mulai mengangkat wajahku , tampak dia tersenyum tulus padaku begitu suara merdunya terhenti..
"Aku afdal, yuk berdiri, tak baik duduk sini "ajaknya
Aku pun menurut bagai patuh mendadak setelah mendengar kata-kata lagunya.
"aku mirah "kataku pendek masih enggan bersuara.
"Pake sandal ku ini ،biar aman telapak kakimu, ku lihat kakimu terluka "katanya memberi sandalnya padaku.
Aku menurut mulai memakai sandalnya
"aduh! " ku mengeluh sesaat, disaat kakiku menyentuh sandalnya.
"Napa? Pa bisa berjalan? Atau ku gendong saja diri mu? "Tanyanya khawatir dengan menawar diri
"Tidak, aku bisa berjalan sendiri"kataku menolak cepat disaat tangannya terlihat ingin mengendongku.
" ohw.. yaa udah.. Hati-hati saja jalan، pelan-pelan saja jalannya"katanya memapahku
Aku hanya mengangguk menurut..
Terus berjalan kemana dia memapahku, aku melirik diam-diam wajahnya tampak air muka ketulusan yang benar-benar tulus...
"Hmmm,, duduk sini dulu yaa? Aku belikan air minum sana biar segar dirimu "katanya setelah tiba disebuah bangku yang seperti halte sambil menunjuk ke sebuah kedai didepan .
Aku hanya membisu tapi disaat dia beranjak, aku bersorak memanggilnya
"Afdal.. Tunggu..! Pakai sandalnya.. ", kataku melepas sandalnya yang ku pakai
"Pakai aja olehmu dulu, aku tak apa-apa tak pakai sandal, udah biasa, kakimu terluka nter bisa masuk kuman kalau dibiarkan, tunggu sini dulu ya?" Katanya mulai beranjak lari ke arah ke kedai.
'"Hmm.. Makasih yaa "kataku pelan..
Dia mengangguk tersenyum berbalik arah berlari menuju kedai seakan akan begitu khawatir tentangku
"Pak, beli air itu pak? '' tanyanya setelah tiba didepan kedai.
"Ini nak" katA penjual memberikan air yang ditunjuki nya
"Obat luka ada pak? "Tanyanya lagi..
"Ada, tunggu sebentar ya??saya ambilkan dulu ", katanya menuju sebuah rak-rak yang tampak sekumpulan ragam obat baik alami maupun buatan.
"Ini nak, siapa yang luka nak? " tanya penjual sambil memberi obat yang dibelinya.
"Itu pak, teman saya, berapa semuanya pak? Jawanya sambil menunjukku diujung jalan yang pas didepan kedai sambil bertanya lagi.
"Oohw . 25 ribu nak ", kata penjual itu tak ingin bertanya lagi walau hatinya penasaran tapi dia urung karena pembeli lain datang ramai ..
"Ini pak., makasih ya pak' katanya pamit langsung berlari ke arah ku
Sipenjual mengangguk berbisik dalam hati "anak muda yang baik, sungguh perhatian pada temannya, "
Begitu tiba didepanku
"Nih،، minumlah biar segar dirimu" katanya memberikan air yang dibeli barusan.
"Makasih" tapi ngapain kamu gitu? " ucapku pelan memandang heran melihat nya membungkuk
"Sini kakimu?. " katanya
"Buat apa? " tanyaku makin heran.
"Diobati, ayo sini kakimu, tak usah bengong gitulah" katanya meraih kakiku.
.
"Aku tak apa-apa kok, Tak usah repot-repot gini, luka biasa kok"kataku nolak tapi dia sudah meraih kakiku yang terluka.
Dengan begitu teliti dan pelan mengobati kakiku, aku sekali kali meringis kesakitan disaat ia menyentuh lukaku.
.
" sudah selesai, kakimu akan sembuh segera"
"Hmm,, makasih, kenapa kamu mau menolongku? "
"Mang kenapa!? " tanyanya heran
"Bukan kah kita tak kenal?mana tahu aku orang gila? "Jawabku asal
"Tak kenal bukan berarti tak mau menolong, kita harus saling menolong, tentang gila kamu tak mungkin gila, buktinya sudah terlihat "katanya menunjukku
"Hmmm" aku terdiam
"Baiklah, sini aku antar kamu pulang? Biar kamu tak kesusahan berjalan, "tawarnya lagi.
"Tidak.. Aku tak mau pulang "kataku pontan.
"Kenapa?? "
"Bukan urusanmu,, jika kamu tak sudi lagi berdiri disini, pergilah.! "
"Bukan begitu maksudnya?kamu har... "
"Sudahlah, pokoknya aku tak mau pulang, titik.. "kataku memotong
"Kenapa tak mau pulang? Orangtuamu pasti khawatir" Tanyanya tak menyerah
"Bukan urusanmu, jangan bertanya lagi, jangan bahas lagi", kataku mulai marah..
Okee. Okelah. Tapi kamu akan tinggal dimana?." katanya perhatian
"Tak tahu" kataku pendek.
Semua menjadi hening berbisikkan hati masing-masing.
"Andai kamu mau menceritakannya padaku pasti aku setia mendengarmu walau aku baru mengenalmu tapi begitu menatap wajah sedihmu, marahmu padaku, aku bagai tahu apa yang terjadi padamu, dan seandainya jika ada jarum yang jatuh pasti mampu mendengar suara ditengah keheningan duka, semua akan bercerita tentangmu tentang dukamu.." bisik afdal dalam hati.
"Kenapa kamu masih disini? Kalau ingin pergi, pergilah, tak usah hiraukan aku... " kataku membuyarkan lamunannya.
"Jangan begitu dong mirah, Tak mungkin aku tega meninggalkanmu sendirian tanpa arah. , tak baik lah ".
"Kok kamu peduli amat padaku, Sedangkan orang-orang disekitarku tak peduli padaku malah menyakitiku setelah ku tahu semuanya palsu. "
". Mirah, kita manusia harus saling menolong, saling peduli, aku tak enak hati melihatmu tinggal sendirian dan kamu jangan mudah dikuasai pikiran yang negatif terhadap orang-orang sekitarmu, semua itu belum tentu benar, *
"Sudah,! jangan bahas lagi," kataku memotong, sungguh hati ini sedang tak menentu, semua ntah kenapa terasa muak mendengarnya.
"Baiklah ,kalau memang kamu tak mau pulang kerumah dan tak punya arah yang pasti terhadap tujuanmu, ayo. Ikuti aku ke suatu tempat, " kata afdal setelah menatapku begitu lama dalam hening.
"Kemana..?... tak usah.. Jangan macam - macam" kataku tak mempedulikan kata-katanya, sungguh semua kekecewaan hati ini membuat diriku bukan diriku lagi.
"Ayo .. Ikuti saja aku dulu, aku tak macam-macam, tapi aku jamin semua akan memulihkan suasana hatimu, percayalah padaku.." Kata Afdal menarik tanganku yang berdiri mematung, kakiku terasa tak sakit lagi setelah diobati olehnya, yang masih memakai sandalnya.
"Ayo,. Mirah...percayalah padaku " kata afdal lagi untuk meyakini ku yang masih mematung diam menarik tanganku dalam pegangan eratnya dipergelangan tanganku agar aku mau mengikutinya..
Ntah napa kakiku tiba-tiba saja mau melangkah mengikutinya walau hatiku masih menolak ajakkannya karena tak tahu kemana ia akan membawaku, bermacam-macam pertanyaan yang muncul dikepalaku namun melihat wajahnya yang tersenyum tulus membuatku tak mampu lagi menolaknya, diri ntah kenapa jadi penurut melihat kebaikkannya padaku..
Dalam perjalanan menuju ke suatu tempat itu dia terlihat bernyanyi lagi . aku yang berjalan disampingnya yang pergelangan tanganku masih dalam genggamannya hanya membisu mendengarnya,, suaranya sungguh terasa merdu bagiku.
Negeri calabi...
Negeri calabi..
Negeri calabi, .
Ku tersenyum bahagia bersama cahaya langit biru...
Disaat hati yang penuh terluka.
Ku pandanglah ia dari segala rasa yang ingin membunuhku...
Negeri calabi....
Negeri calabi...
Negeri calabi...
Negeri yang membawaku penuh cinta...
Disaat hati dipenuhi kebencian..
Ia menggugurkan semuanya menjadi cinta....
Negeri calabi ...
Negeri cahaya cinta.....
👊👊👊👊👊👊👊👊👊👊👊
💔💔💔💔💔💔💔💔💔💔💔
Ditempat lain..
"'Dizaaa.. Ini semua gara-gara kau dizaa.... Kau telah melukai mirah, Kau telah menghancuri harapan mirah .. Kenapa kau tega melakukan ini diizaa? mirah saudara kembar kau? Adik kau sendiri diza? ?mau apa kau???. " teriakkan marah ibuku menggetarkan seluruh orang yang ada disana setelah melihatku pergi dari rumah karena pertengkaranku dengan diza.
"Bukan urusan ibu.. Ini urusan aku dengan mirah dan ini juga salah ibu.. " kata diza dingin.
Ayah yang berdiri disamping ibu yang berusaha menenangkan ibu. mendengar jawaban itu langsung menampar keras pipi diza
"kurang ajar kau diza, ! Durhaka kau pada orang tua ah.. " Bentak ayahku.
Dizaa yang tak menduga reaksi ayah, jatuh tersungkur ke samping memegang pipinya yang perih, panas sakitnya kenal tampar tangan ayah yang tak terduga.
"Terserah ayah bilang aku apa tapi pokoknya semua gara-gara kalian juga "kata diza berusaha bangkit dari jatuhnya
meninggalkan ayah dan ibu yang masih menahan marah yang tiba-tiba terdiam mendengar jawaban diza.
Diza pergi begitu saja tak menghiraukan ayah dan ibu lagi.
Menghempas pintu kamarnya, mengurung diri. Dia tak mungkin kabur sepertiku.
👊👊👊👊👊👊👊👊👊👊👊
♒♒♒♒♒♒♒♒♒♒♒
Akhirnya aku tiba suatu tempat yang ditunjuki afdal.. Tempat yang membuatku langsung kagum menatapnya. Tak percaya apa yang ada di hadapanku di depan mataku..
Sungguh indah.. Membuat segala kesedihanku langsung berguguran seketika berganti senyuman mekar dibibirku ، tak bisa ku rangkai dengan kata-kata jika aku disuruh menulisnya, sungguh tak terkatakan apa yang sedang ku lihat sekarang..
"Wow.. Tempat apa ini? " tanyaku berkecak kagum.
"Ini yang namanya negeri calabi." jawab afdal, senang sekali melihat wajah antusiasku
"Negeri calabi? Nama apa itu? " tanyaku lagi terasa aneh, lucu terdengar, karena baru kali ini mendengar nya.
"Ya, nama perdamaian hati, kepanjangan dari calabi adalah cahayaa langit biru, disini kamu bisa menemukan bukit kesal juga " kata afdal.
" bukit kesal? Nama yang aneh lagi " gumanku mataku tak fokus padanya, aku lebih tertarik dengan yang ada disekitarku
.
Afdal hanya tertawa mendengar
Jawabanku
" Ayo, kita jalan lagi mirah, ini belum sampai, ada yang lebih indah lagi dari ini, kamu bisa tinggal untuk sementara waktu jika dirimu belum mau pulang, disini bisa jadi rumahmu " ajak afdal.
Mendengar Kata pulang membuat wajahku langsung berubah lagi seperti semula.
Afdal yang menyadari perubahanku mencoba mengabaikannya terbersit rasa bersalah dihatinya, merasa salah kata.
"Ayo.. Mirah "ajaknya tersenyum setulus mungkin dihadapanku..
Aku hanya mengangguk dingin mengikutinya, berjalan disampingnya tanpa dipegang lagi.
Afdal disampingku tampak bernyanyi lagi.
Semua nyanyinya selalu menyentuh hatiku, kata-katanya
Seperti sesuai dengan apa yang sedang ku alami, seakan-akan dia mengerti segala suasana hatiku.
Aku kembali terdiam mendengarkannya sambil terus berjalan ke tempat ia tujui untuk menetap sementara yang seperti dia katakan padaku barusan.
Dikala hati tak menentu pada kenyataan..
Mudah sekali terbentuk kata benci....
Semua yang terdengar tak kan diterima...
Hati ini mudah sekali mengundang amarah padanya...
Tiada kata yang bisa melunakkannya....
Kecuali kesadaran itu sendiri yang mampu meruntuhkan segala tonggak kebenciaan..
Ia akan berguguran bersama kedamaian rasa bila mau menerima kenyataan yang mengecewakan....
Hati kan terbuka dengan kelapangan jiwa..
Yang membentukkan sebuah harapan yang indah...
Menyambut dengan senyuman merekah bak bunga yang berkembang menyambut mentari yang menyinari bumi..
👊👊👊👊👊👊👊👊👊👊👊
👎👎👎👎👎👎👎👎👎👎👎
"Maafkan aku mirah. . Maafkan aku.. Tak ada maksudku menghancuri harapanmu mirah.. semua terjadi begitu saja tanpa duga mirah. Aku sangat menghargaimu mirah.. Aku sangat menyayangimu. Semua salah paham mirah.. Maafkan aku telah merobek semua rangkaianmu mirah.. dimana dirimu sekarang mirah...? Pulanglah mirah? " sesal diza.
Comments
Post a Comment
Silahkan tulis komentar disini