PARODI SKETSA | JISA AFTA
Aku cemburu pada cara kawan lelakimu yang bercanda dan membuat mu tertawa. Diam diam aku mengikutimu dari belakang, samping dan dari sisi paling gelap dan sepi jiwaku.
Aku membayangkan, apa yang akan aku lakukan bila secara kebetulan bertemu tak sengaja denganmu ditempat yang telah di takdirkan Tuhan untuk kita, entahlah bisa jadi bukan untuk kita, tapi hanya untuk tempat yang memang sengaja dibebaskan oleh Dia sebagai tempat bertemunya semua orang yang mempunyai kebebasan untuk terhempas ditempat yang sama secara kosmos atau kosmologi.
"ahaiiii,,, jisa, kamu sedang jatuh cinta atau sedang kuliah sih?" bisik si perasa pada telingaku yang mulai tak mendengar.
Aku cemburu pada jepit merah yang selalu melekat dan bersembunyi diantara hitam dan menjuntai nya rambut indahmu. Aku cemburu pada suaramu yang selalu lalu lalang dari proses diafragma menuju bibirmu yang selalu berucap...
"lihatlah aku dengan keyakinan, bukan dengan tanya dan bertanya dalam diam mu, jisa"
Aku selalu ingin tahu apa yang kau pikirkan ketika malaikat bertandang disekitar kamar dan jendela tidurmu, ingin aku temani malaikat itu melihatmu marah atau tersenyum di siang dan malam hari.
Aku selalu ingin membunuh rasaku agar aku tak lagi berusaha menjadi orang lain dan kusebut diri ku "berharap" pada bayangmu dibelantara ketidakpastian rasa ini.
Aku tak tahu harus berbuat apa bila matamu sedang melihatku, apakah yang harus kugerakkan lebih dulu, jari-jariku kah, kakiku, atau memalingkan rasa malu ku dengan cara mengatakan
"kamu lebih cantik dari yang pernah kubayangkan"
Lalu apakah ini yang disebut cinta
"hmmm jangan pernah percaya dengan pandangan pertama mu , jisa, sebab kau lupa satu hal, bahwa kau hanya sedang kagum pada kebodohan mu yang baru pertama kali melihat wanita cantik" ungkap si perasa sembari menarik lengan bajuku, seolah ia hendak mendorongku ke jurang.
aku membela diri, aku ambil pisau, aku tikam si perasa dengan segenap amarah ku
"mati kau!!! kau tak pernah bisa membuatku percaya pada diriku sendiri, enyah kau dari sini!!!" sambil kucongkel matanya sampai ia buta.
Kini aku bebas, tak mudah jatuh cinta lagi.
Pandangan pertama telah kulupakan, cinta didalamnya telah ku kubur hidup-hidup dalam cawan penuh darah penantian.
Aku dan kebebasan terkadang sering minum kopi bersama, kukatakan padanya...
"kawan, apakah jalanku sudah benar?" kataku
si kebebasan hanya tersenyum sambil nungging dihadapanku
aku sapa dia
"hei, kau sedang apa, bebas??" tanya ku lagi.
dia hanya terus nungging dan skarang dia kelihatan bersujud, tiba tiba dari mulutnya keluar darah merah kehitaman kental bagai daging busuk.
"kenapa kau, bebas? tanyaku
dan si bebas akhir nya berbisik padaku sebelum menarik nafas terakhirnya...
"jisa, aku pergi darimu, bila aku bersama mu, aku bisa gila"
"hahahhahah " aku ketawa semati-matinya dihadapan kebebasan, seolah aku ingin tumpahkan kopi ini ke wajah lugunya yang tak lucu tapi lucu.
"jangan ktawa kawan, aku serius"
kulihat si bebas kali ini benar-benar serius, tak biasanya dia seperti ini.
Aku ambil lukisan wajah kekasih yang diam-diam kucintai dan telah di jemput malaikat ke surga.
"apakah kau mengenali wajah ini, kawan?" tanyaku
"aku tak perlu mengenali wajah kekasihmu yang tak sempat kau datangi dengan cinta, sebab aku yang membawanya ke surga bersama seribu kisah diperjalanan diatas titian indah itu.
dia bercerita tentang mu, jisa, bahwa dia sangat menunggumu di surga dengan cinta mu atau tanpa cinta pertama dihati mu yang pendiam itu."
@JA
Comments
Post a Comment
Silahkan tulis komentar disini