Rindu Ayah | Oleh : Tea Terina Aku berharap kedatanganku di sekolah TK tempat Dini mengajar tidak diketah...

Rindu Ayah | Oleh : Tea Terina

 
























Rindu Ayah | Oleh : Tea Terina

Aku berharap kedatanganku di sekolah TK tempat Dini mengajar tidak diketahuinya. Begitu turun dari sepeda motor kulihat ibu- ibu muda bercengkrama di depan kelas. Beberapa di antaranya berusaha melihat situasi dalam kelas melalui kaca jendela.
Rata- rata wanita di situ cantik dan berkelas.Tampak beberapa mobil mewah diparkir di halaman sekolah yang cukup asri.Di situ juga ada gazebo yang tampak artistik dan bersih dengan pelataran rimbunan bunga aster.
Aku menuju depan kelas.Seorang ibu memandangku dengan rasa curiga saat aku mendekati kaca jendela itu. Rupanya di situ ada 2 guru yang membimbing siswa menggambar.Seorang guru berjilbab kuning kelihatan kurang ramah, suaranya terdengar keras.
"Kalau mewarnai pohon,seharusnya warna hijau dan coklat untuk batangnya.Mana ada daun berdaun ungu dan batang berwarna merah!"
Gadis kecil itu menunduk dan tak meneruskan gambarnya.
Lalu kulihat Dini mendatangi gadis kecil itu. Dengan senyum ramah,ia meraih kertas gambar itu dan berkomentar.
" Wah, rupanya kamu suka warna ungu ya? Dan kali ini kamu memberi warna ungu pada daun serta warna merah pada batangnya,"
Gadis kecil itu mengangguk ,lalu kertas gsmbarnya diberikannya.
" Ayo..diteruskan ,gambarmu nanti pasti hasilnya bagus jika sdh selesai"
Lagi- lagi terdengar suara guru tadi.Ia disamping gadis berpita hijau.
"Oh...! Gambarmu salah.Masa begini gambar istana.Jangan pakai warna hitam. Serem! Kata guru itu sambil meninggalkannya.Ia tak peduli mata gadis kecil itu hampir menangis.Lalu Dini menuju ke arahya.
"Kelihatannya kamu mau menggambar istana ya? Belum tahu cara menggambarnya? Apa mau ibu bericontoh menggambar istana?.
Gadis kecil itu mengangguk dan memberi contoh gambar itu. Dengan semangat gadis itu menggambar lagi.
Lalu kulihat Dini menuju siswa yang duduk paling belakang yang kelihatan merenung.Kertasnya masih kosong.Aku tak mendengar apa yang diucapkan Dini, tapi kulihat anak itu tertawa dan bersemangat menggoreskan pensilnya.
Melihat semua itu mataku berkaca- kaca.Sungguh aku tak ingin menangis. Dua puluh tahun yang lalu aku mengasuh Dini sendirian karena istriku harus menghadap Sang Kuasa saat melahirkan Dini.Ia tak pernah tahu bahwa Dini telah tumbuh menjadi gadis cantik ,ramah ,dan berhati lembut.
Dengan caraku sendiri,aku mengasuhnya meski waktu itu banyak yang menyuruhku menikah lagi,tapi kutolak. Cintaku hanya ada Suci isteriku yang aku cintai bukan sekedar hawa nafsu .Ia menemukan diriku saat sengsara, tak punya spa- apa.Aku tahu betapa sedihnya isteriku saat belum bisa memberikan keturunan setelah 5 menikah.Sementara keluarga dari ibukuterus mencelanya.Dan itu membuatku untuk selalu menjaga perasaannya yang dalam diamku aku tetap mencari nafkah seadanya, menjadi kuli bangunan, pedagang asongan sampai pengamen pernah kujalani demi membesarkan Dini.
Tapi inilah kelemahanku, aku tak bisa mewujudkan harapan Dini saat ia ingin kuliah.
Dan aku harus merelakan ia tinggal bersama orang tua angkatnya yang sanggup membiayainya .
Nak,...ayah kangen denganmu..!
Kemarilah, Nak..! .ayah merindukan kemesraan kita saat kamu masih kanak- kanak dulu..


Tea Terina ~ 27917

3 comments:

Silahkan tulis komentar disini